Membangun Koneksi Holistik dalam Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid: Peran Coaching dalam Pengembangan Kompetensi Pemimpin Pembelajaran
Membangun Koneksi Holistik
dalam Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid: Peran Coaching dalam
Pengembangan Kompetensi Pemimpin Pembelajaran
Oleh : Didin Syamsudin
CGP A. 10 Kabupaten Subang – Provinsi Jawa Barat
A. Pendahuluan
Pendidikan modern menempatkan siswa sebagai subjek utama dalam
proses belajar mengajar, dengan fokus pada pengembangan kompetensi yang
mencakup aspek akademik, sosial, dan emosional. Modul guru penggerak
mengintegrasikan berbagai konsep untuk menciptakan lingkungan belajar yang
inklusif dan responsif, menghubungkan praktik pembelajaran yang berpihak pada
murid, pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid, pembelajaran sosial
dan emosional (PSE), serta coaching untuk supervisi akademik.
B. Praktik Pembelajaran yang
Berpihak pada Murid: Meningkatkan Keterlibatan dan Keberhasilan Siswa.
Pendekatan pembelajaran yang berpihak pada murid menekankan
pentingnya mengenali keunikan setiap siswa dan mendorong keterlibatan mereka
dalam proses belajar. Guru yang menerapkan pendekatan ini tidak hanya mengajar,
tetapi juga mengadaptasi metode dan materi sesuai dengan kesiapan belajar, gaya
belajar dan minat siswa. Sebagai contoh, di sebuah kelas IPA di sekolah
menengah, siswa yang memiliki minat lebih dalam eksperimen praktis bisa
diarahkan untuk melakukan proyek riset yang menggabungkan teori dengan aplikasi
langsung dalam laboratorium.
C. Pembelajaran untuk Memenuhi
Kebutuhan Belajar Murid: Pembelajaran Berdiferensiasi sebagai Kunci Sukses.
Setiap siswa memiliki kebutuhan belajar yang berbeda. Penting
bagi guru untuk menggunakan strategi pembelajaran berdiferensiasi agar dapat
menyesuaikan pendekatan pembelajaran dengan kebutuhan individu siswa. Metode
yang digunakan adalah diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi
produk. Sebagai contoh, di sebuah kelas seni di sekolah dasar, guru dapat
menyediakan pilihan proyek seni yang berbeda-beda dengan tingkat kesulitan yang
bervariasi, mulai dari membuat video, membuat poster dan lain sehingga siswa
dapat mengembangkan keterampilan kreatif mereka sesuai dengan tingkat kemampuan
mereka.
D. Pembelajaran Sosial dan Emosional
(PSE): Mengembangkan Keterampilan Hidup dan Empati.
Pembelajaran sosial dan emosional tidak hanya mengajarkan
siswa tentang manajemen emosi dan keterampilan sosial, tetapi juga
mengembangkan empati dan keterampilan interpersonal yang esensial dalam
kehidupan mereka. Sekolah yang menerapkan program PSE aktif membantu siswa
mengatasi konflik, meningkatkan hubungan antar pribadi, dan meningkatkan
keterlibatan dalam kegiatan akademik (Durlak et al., 2011).
E. Coaching untuk Supervisi
Akademik: Meningkatkan Kualitas Pengajaran melalui Pendekatan Personal.
Coaching adalah strategi yang efektif dalam meningkatkan
praktik pengajaran guru dengan memberikan umpan balik yang konstruktif dan
mendukung. Guru yang menerima coaching reguler cenderung lebih termotivasi
untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka dan merespons lebih baik terhadap
kebutuhan individual siswa di dalam kelas (Knight, 2009).
F. Peran CGP Sebagai Coach di
Sekolah.
1. Peran saya sebagai Seorang Coach
di Sekolah dan Keterkaitannya dengan materi Berdiferensiasi dan PSE.
Sebagai seorang coach di sekolah, peran saya tidak hanya
terbatas pada memberikan bimbingan kepada guru, tetapi juga memfasilitasi
pengembangan praktik pembelajaran yang berpihak pada murid, yang telah
diajarkan dalam modul sebelumnya tentang pembelajaran berdiferensiasi dan
pembelajaran sosial dan emosional (PSE). Coaching dalam konteks ini bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan guru dalam merancang pengalaman belajar yang
sesuai dengan kebutuhan individual siswa dan mengintegrasikan aspek sosial dan
emosional dalam pembelajaran mereka.
Misalnya,
Saya dapat bekerja dengan seorang guru matematika yang ingin meningkatkan
diferensiasi konten dan proses. Melalui coaching, Saya dapat membantu guru
tersebut dalam mengidentifikasi gaya belajar siswa di kelasnya dan merancang
strategi pembelajaran yang memungkinkan setiap siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran mereka dengan cara yang paling efektif.
2. Keterkaitan Keterampilan Coaching
dengan Pengembangan Kompetensi sebagai Pemimpin Pembelajaran.
Keterampilan coaching tidak hanya berkontribusi pada
pengembangan profesional individu, tetapi juga berperan dalam membangun
kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang pemimpin pembelajaran yang
efektif mampu menginspirasi dan memfasilitasi perkembangan guru dalam
menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung.
Dalam
konteks ini, keterampilan coaching membantu pemimpin pembelajaran untuk:
a.
Mendorong Refleksi Diri: Melalui
sesi coaching, pemimpin pembelajaran dapat membantu guru untuk merefleksikan
praktik mengajar mereka dan mengidentifikasi area pengembangan yang diperlukan,
seperti integrasi PSE dalam pembelajaran atau penyesuaian instruksional untuk
memenuhi kebutuhan belajar siswa.
b.
Memberikan Umpan Balik
Konstruktif: Coaching memungkinkan pemimpin pembelajaran untuk memberikan umpan
balik yang mendalam dan berbasis bukti kepada guru, membantu mereka untuk terus
berkembang dalam mengimplementasikan strategi yang relevan dengan kebutuhan
siswa.
3. Kaitan dengan Filosofi Pendidikan
Ki Hajar Dewantara: Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, yang menjadi panduan
bagi tujuan pendidikan nasional Indonesia, menekankan pentingnya pendidikan
sebagai sarana untuk mengembangkan karakter dan cinta tanah air. Integrasi
konsep coaching dalam modul ini sejalan dengan visi Ki Hajar Dewantara dalam
mempersiapkan generasi muda yang cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia.
Pendidikan
yang berfokus pada pembelajaran yang berpihak pada murid, memenuhi kebutuhan
belajar siswa, pengembangan PSE, dan penggunaan coaching untuk supervisi
akademik, tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan prestasi akademik, tetapi
juga untuk membentuk individu yang peduli, berempati, dan memiliki integritas
sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas.
G. Refleksi: Menyatu dalam
Mewujudkan Pendidikan yang Inklusif dan Berdaya Saing.
Mewujudkan pendidikan yang inklusif dan berdaya saing
melibatkan berbagai aspek yang saling terkait dan mendukung untuk menciptakan
lingkungan belajar yang optimal bagi semua siswa. Di era globalisasi dan
kemajuan teknologi seperti saat ini, pendidikan tidak hanya tentang memberikan
pengetahuan akademis, tetapi juga tentang mempersiapkan siswa untuk menghadapi
tantangan dunia nyata dengan keterampilan yang komprehensif dan nilai-nilai
yang kokoh.
Integrasi coaching dalam pendekatan pembelajaran yang berpihak
pada murid, pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial dan emosional,
dan pendekatan filosofi Ki Hajar Dewantara mengilustrasikan upaya menuju
pendidikan yang holistik dan inklusif. Melalui pengembangan kompetensi sebagai
pemimpin pembelajaran, kita dapat membangun budaya belajar yang dinamis di
sekolah, yang tidak hanya memperhatikan keberhasilan akademik tetapi juga
pertumbuhan pribadi dan sosial siswa.
Artikel
ini menggarisbawahi pentingnya integrasi coaching dalam pendidikan sebagai
upaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan berdaya saing.
Dengan memadukan berbagai konsep dalam modul, pendidikan dapat menjadi alat
yang kuat dalam membentuk masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Referensi:
-
Knight, J. (2009). *Coaching: Approaches and Perspectives*. Corwin Press.
-
Durlak, J. A., et al. (2011). The Impact of Enhancing Students’ Social and
Emotional Learning: A Meta-Analysis of School-Based Universal Interventions.
*Child Development*, 82(1), 405-432.